Senin, 30 November 2015

TIGA SUMBER DAN KOMPONEN MARXISME
Di  segenap penjuru dunia yang beradab,  ajaran-ajaran  Marx ditentang dan diperangi oleh semua ilmu pengetahuan borjuis (baik pejabat resmi -official- maupun kaum liberal), yang memandang Marxisme  semacam "sekte jahat". Tidak bisa diharapkan adanya sikap lain, karena tidak  ada  ilmu sosial yang netral dalam suatu  masyarakat  yang berbasiskan  perjuangan  klas. Lewat satu dan lain cara,  semua pejabat resmi dan ilmuwan liberal, membela  perbudakan  upahan (wage slavery). Sedangkan Marxisme telah  jauh-jauh hari  menyatakan  perang  tanpa henti  terhadap  perbudakan  itu. Mengharapkan sikap netral dari ilmu pengetahuan dalam  masyarakat perbudakan upahan adalah bodoh, sama naifnya dengan  mengharapkan sikap netral dari para pemilik pabrik dalam menghadapi pertanyaan apakah  upah  buruh dapat dinaikkan tanpa  mengurangi  keuntungan modal.

Tapi bukan hanya itu. Sejarah filosofi dan sejarah ilmu-ilmu sosial  memperlihatkan  dengan jelas bahwa dalam  Marxisme  tidak terdapat  adanya  "sektarianisme", dalam artian adanya  doktrin-doktrin  yang sempit dan picik , doktrin yang dibangun jauh  dari jalan  raya perkembangan peradaban dunia. Sebaliknya,  si  jenius Marx  dengan tepat menempatkan jawaban-jawaban terhadap  berbagai pertanyaan  yang diajukan oleh pikiran-pikiran termaju dari  umat manusia.  Doktrin-doktrinnya bangkit sebagai kelanjutan  langsung dari ajaran-ajaran besar dalam bidang filosofi,  ekonomi-politik, dan sosialisme.

Doktrin-doktrin  Marxist bersifat serba guna karena  tingkat kebenarannya  yang tinggi. Juga komplit dan harmonis, serta  melengkapi  kita  dengan suatu pandangan dunia yang  integral,  yang tidak  bisa  dipersatukan dengan berbagai macam  tahyul,  reaksi, atau tekanan dari pihak borjuis. Marxisme merupakan penerus  yang sah  dari  beberapa pemikiran besar umat manusia dalam  abad  19, yang  direpresentasikan  oleh filsafat  klasik  Jerman,  ekonomi-politik Inggris dan sosialisme Prancis. Inilah  tiga  sumber  dari Marxisme, yang  akan  kita  bahas secara ringkas beserta komponen -komponennya.


Filsafat  yang dipakai Marxisme adalah materialisme.  Sepanjang  sejarah Eropa modern, dan khususnya pada akhir abad  18  di Prancis, di mana terdapat perjuangan yang gigih terhadap berbagai sampah dari abad pertengahan, terhadap perhambaan dalam  berbagai lembaga dan gagasan, materialisme terbukti merupakan satu-satunya filosofi  yang konsisten, benar terhadap setiap cabang ilmu  alam dan  dengan gigih memerangi berbagai bentuk tahyul,  penyimpangan dan  seterusnya.  Musuh-musuh  demokrasi  selalu  berusaha  untuk "menyangkal", mencemari dan memfitnah materialisme, membela  berbagai bentuk filosofi idealisme, yang selalu, dengan satu dan  lain cara, menggunakan agama untuk memerangi materialisme.
Marx  dan Engels membela filosofi materialisme dengan  tekun dan berulangkali  menjelaskan  bagaimana  kekeliruan   terdahulu adalah setiap penyimpangan dari basis ini. Pandangan-pandangan mereka dijelaskan secara panjang lebar dalam karya Engels, Ludwig Feuerbach dan Anti-Duhring[1][2], yang seperti halnya Communist  Manifesto,merupakan buku pegangan bagi setiap pekerja  yang  memiliki kesadaran kelas.
Tetapi  Marx  tidak berhenti pada materialisme abad  18:  ia mengembangkannya  lebih jauh, ke tingkat yang lebih tinggi.  Marx memperkaya  materialisme dengan penemuan-penemuan  dari  filosofi klasik  Jerman,  khususnya sistem Hegel, yang  kemudian  mengarah kepada  pemikiran Feuerbach. Penemuan yang paling penting  adalah dialektika,  yaitu doktrin tentang perkembangan  dalam  bentuknya yang  paling padat, paling dalam dan amat  komprehensif.  Doktrin tentang relativitas  pengetahuan manusia  yang  melengkapi  kita dengan  suatu refleksi terhadap materi-materi yang terus  berkembang. Penemuan-penemuan  terbaru dalam  bidang ilmu alam: radium, elektron, transmutasi elemen, merupakan bukti nyata dari  materialisme  dialektis  yang  diajarkan Marx,  berbeda  dengan  dengan ajaran-ajaran  para filosof borjuis dengan idealisme mereka  yang telah usang dan dekaden.
Marx  memperdalam  dan mengembangkan  filosofi  materialisme sepenuhnya,  serta  memperluas pengenalan  terhadap  alam  dengan memasukkan pengenalan terhadap masyarakat manusia. Materialisme Historisnya  yang  dialektis merupakan pencapaian  besar  dalam  pemikiran ilmiah. Kekacauan yang merajalela dalam berbagai pandangan sejarah  dan  politik digantikan dengan suatu teori ilmiah  yang  amat integral  dan  harmonis,  yang  memperlihatkan  bagaimana,  dalam konsekwensinya  dengan pertumbuhan  kekuatan-kekuatan  produktif, suatu sistem kehidupan sosial muncul dari sistem kehidupan sosial yang  ada  sebelumnya dan berkembang  melalui  berbagai  tahapan--contoh kongkretnya: kapitalisme yang muncul dari feodalisme.
Seperti halnya pengetahuan manusia merefleksikan alam  (yang merupakan  materi  yang  berkembang),  yang  keberadaannya  tidak tergantung dari manusia, begitu pula pengetahuan sosial (berbagai pandangan  dan doktrin yang dihasilkan manusia--filosofi,  agama, politik,  dan seterusnya) merefleksikan sistem ekonomi  dari  masyarakat.  Berbagai  lembaga politik merupakan  superstruktur  di atas fondasi ekonomi. Kita melihat, sebagai contoh, bahwa 
berbagai  bentuk  politis dari negara-negara Eropa  modern  memperkuat dominasi pihak borjuasi terhadap pihak proletariat.
Filosofinya  Marx merupakan filosofi  materialisme  terapan, yang mana membekali umat manusia, khususnya kelas pekerja, dengan alat-alat pengetahuan yang ampuh.



[1][2] Referensinya adalah tulisan Engels “Anti-Duhring: Herr Eugen Duhring’s Revolution in Science 



[1][1] Artikel ini ditulis oleh Lenin untuk memperingati 30 tahun kematian Marx dan dipublikasikan dalam Prosveshcheniye No. 3 tahun 1913. Prosveshcheniye (Pencerahan)—adalah terbitan teoritik bulanan kaum Bolshevik yagn diterbitkan secara legal di St.Petersburg mulai bulan Desember 1911 sampai Juni 1914. Oplahnya mencapai 5000 eksemplar. Lenin memimpin penerbitan ini dari luar negeri, awalnya di Paris, kemudian Cracow dan Poronin; dia mengedit artikel-artikelnya melalui korespondensi yang intense dengan para editor.
Pada masa PD I majalah ini dibredel oleh rejim tsar. Kemudian terbit lagi pada musim gugur tahun 1917 tapi hanya sekali terbit. 



Inilah Bangsa Indonesia Sesungguhnya (Bangsa sebagai Fondasi Negara Sebagai Bangunan)

Inilah Bangsa Indonesia Sesungguhnya (Bangsa sebagai Fondasi Negara Sebagai Bangunan)

Demi kemanusiaan dan keadilan setiap bangsa tidak boleh memperbudak atau diperbudak bangsa lain karena setiap bangsa adalah majikan untuk dirinya sendiri " ( Romo Jansen Boediantono )
      Bangsa Indonesia adalah bangsa yang lahir dari kearifan budaya nusantara untuk mencari persamaan ditengah begitu banyaknya perbedaan melalui musyawarah mufakat pada tanggal 28 oktober 1928 atau yang lebih kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda dengan sebuah cita – cita “ Mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat “
     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan dasar ukuran dari keberhasilan cita – cita tersebut. Kesempurnaan dasar ukuran akan tercapai bila seluruh perjuangan dikembalikan oleh sebuah keyakinan adanya keterlibatan Tuhan Yang maha Esa didalam proses membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Usaha dan perjuangan untuk tetap bersikap dengan berpihak kepada manusia yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kepada rakyat yang dipimpin oleh hikmah ( ilmu ) kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan merupakan lintasan yang pasti.
     Cita – cita Sumpah Pemuda ini merupakan eksternalisasi dari nilai – nilai luhur  budaya masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama lalu pada gilirannya nanti lambat laun menjadi sebuah pemikiran falsafah. Pemikiran yang dibentuk oleh eksternalisasi ini kemudian mengukuhkan diri dan bangsa Indonesia menghadapinya sebagai faktisitas maka dalam proses inilah terjadi objektivikasi  pada pemikiran tersebut. Objektivikasi tersebut pada tanggal 1 juni 1945 pendiri bangsa menamakannya sebagai Pancasila. Dengan ini hendak dikatakan sebagai suatu sistem falsafah, Pancasila merupakan refleksi dari suatu tata nilai yang telah disepakati bersama dan menjadi ciri khas bangsa Indonesia serta mempengaruhi perilaku masyarakat serta pranata sosial - politik dalam mencapai cita - cita yang diharapkan. Dalam pada itu, agar pemikiran yang telah diobjektivikasi tidak menjadi asing bagi bangsa Indonesia itu sendiri yang menciptakannya, ia harus diusahakan kembali menjadi bagian subjektivitas bangsa Indonesia. Inilah tahapan internalisasi. Dan UUD ‘45 adalah cara bagaimana Pancasila menjadi bagian subjektivitas bangsa Indonesia
     Pengertian falsafah ini diambil dalam pengertian yang luas, baik sebagai hasil refleksi bangsa Indonesia maupun sebagai ilmu yang memberikan dasar teoritis bagi sistem berpikir  bangsa indonesia
     Pancasila menjadi sah apabila membawa bangsa ini kedalam situasi dimana Pancasila mampu menjelaskan dan menjawab persoalan yang dihadapi bangsa. Dengan demikian Pancasila membuat aktivitas bangsa Indonesia menjadi efektif dan mengenai sasaran. Terputus dari kehidupan berbangsa dan bernegara Pancasila menjadi verbalisme semata, menjadi berhala bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya, terputus dari Pancasila kehidupan berbangsa dan berrnegara menjadi kehilangan arah. Bangsa Indonesia menjadi teralienasi dengan dirinya sendiri. Untuk itu diperlukan proses internalisasi agar Pancasila sebagai hasil objektivikasi menjadi  subjektivitas bangsa Indonesia itu sendiri. UUD’45 adalah bentuk internalisasi tersebut
     Sebagai bentuk internalisasi UUD’45 dapat dikatakan sebagai progam aksi dalam memberikan tuntunan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD’45 bertumpu pada asumsi dasar. Asumsi dasar berada pada falsafah yang melandasinya. Bila Pancasila merupakan tumpuan dari lahirnya UUD’45, sedangkan UUD’45 mengatur dan mengarahkan kehidupan berbangsa dan bernegara maka berarti Pancasila bukanlah sesuatu yang tidak praksis dan UUD’45 adalah suatu usaha agar pancasila menjadi sistem gagasan yang dapat diaprosiasikan, terhindar dari kebekuan dan sikap irrasional
     Uraian singkat diatas sebenarnya hendak mengatakan bahwa UUD’45 merupakan ideologi dari falsafah bangsa Indonesia dan bukan sekedar konstitusi. Sifat ideologi sangat kental bila kita melihat isi UUD’45 secara totalitas, dimana UUD’45 berisi kehendak sebuah bangsa untuk dominan menentukan sendiri sistem ide dan gagasan yang secara normatif mempengaruhi persepsi, landasan dan perilaku berbangsa dan bernegara
     Sebagai contoh adalah makna kedaulatan rakyat seperti yang terdapat dalam UUD’45 hasil amandemen pasal 1 ayat 2. Dari sudut pandang konstitusi pasal ini dapat melahirkan kedaulatan individu dalam pengelolaan partai – partai dan susunan perwakilannya ditentukan oleh pemilu. Pemahaman konstitusional  ini dapat menciptakan terjadinya penciutan signifikansi pada hak – hak berpolitik rakyat, terjatuh dalam hak pilih bukan hak suara. Hak pilih tentu saja memiliki perbedaan kualitatif dengan hak suara. Dalam hak pilih siapapun dapat menggunakannya tanpa pertimbangan akal sehat sekalipun, sebaliknya hak suara menuntut pertimbangan akal sehat dan kearifan dalam menggunakannya. Pemahaman konstitusional ini pada gilirannya nanti akan menyebabkan kekuasaan ditentukan oleh faktor pilihan mayoritas. Hal ini tentu saja sangat membahayakan : Bagaimana jadinya bila pilihan mayoritas kepada kelompok yang anti pada kedaulatan rakyat?
     Makna kedaulatan rakyat tersebut tentu saja berbeda bila kita memahami UUD’45 dalam kerangka ideologis. Pasal tersebut diatas memiliki keterkaitan kuat dengan sistem nilai pancasila, yaitu musyawarah mufakat. Dengan demikian yang dinamakan kedaulatan rakyat mengandung arti kedaulatan yang diwujudkan dalam badan perwakilan rakyat yang susunannya ditentukan oleh hak suara dari musyawarah mufakat rakyat.
     UUD ‘45 sebagai ideologi dari falsafah Pancasila tentu saja tak dapat dengan mudahnya begitu saja diganti atau dirubah. Pergantian atau perubahan terhadap UUD’45 bila tidak memahami betul grand design bangsa indonesia sangat membahayakan karena akan menciptakan jarak eksistensial antara kehidupan berbangsa dan bernegara dengan Pancasila.  Oleh karena itu pembatalan terhadap amandemen UUD’45 sangat mendesak untuk dilakukan agar cita - cita bangsa Indonesia “ Mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat “ dapat tercapai.


NKRI Sebuah Negara Tanpa Partai
     Pancasila, UUD’45 dan NKRI memiliki keterkaitan yang erat dan merupakan grand design bangsa Indonesia. Bila proklamasi hanya dapat mengantarkan bangsa Indonesia pada pintu gerbang kemerdekaan, maka pelaksanaan design secara benar merupakan kunci yang dapat membuka pintu gerbang kemerdekaan sehingga anak – anak bangsa bisa masuk kedalamnya. Namun antara design dengan bangsa Indonesia memiliki titik kelemahan yang cukup besar. Seperti halnya sebuah lukisan dalam sebuah pigura dengan dimensi lain diluarnya, ada retakan – retakan dalam kaca pigura yang mudah pecah dan membuat dimensi lain masuk merusak lukisan tersebut. Retakan tersebut berupa mentalitas manusia sebagai pelaksananya
     Bangsa Indonesia memiliki mental budak akibat terlalu lama mengalami penjajahan. Mental budak inilah yang membuat bangsa Indonesia begitu mudah menerima ide dan gagasan yang dapat merusak design yang telah dibuatnya sendiri. Maka dengan alasan potensi fasisme dalam UUD’45 pihak imperialis – kapitalis melalui berbagai macam perjanjian lalu melakukan penekanan dan bangsa Indonesia pun melakukan pergantian UUD’45 dengan konstitusi RIS kemudian selanjutnya UUDS 50 sebagai bentuk ketidak berdayaan. Akibatnya terjadilah untuk pertama kali deformasi pada design bangsa. Partai – partai berdiri, bentuk Negara berubah menjadi RIS, lembaga kepresidenan tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Puncak deformasi terselenggaranya pemilu tahun 1955 yang mengakibatkan frgamentarisasi masyarakat dan kekacauan pada sistem ketatanegaraan. Kekacauan ini disadari oleh Presiden Sukarno, lalu lahirlah dekrit presiden yg berisi kembali pada UUD’45.
     Sistem kepartaian dan pemilu tidak sesuai dengan design yang telah dibuat oleh pendiri bangsa. Ini disebabkan sistem kepartaian dan pemilu bertentangan dengan asas musyawarah mufakat sebagai metode dalam menegakan kedaulatan rakyat.  NKRI sejatinya adalah sebuah negara tanpa partai. Oleh karena itu dalam UUD’45 tidak dijumpai satu pasal pun yang mengisyaratkan penyelenggaraan pemilu yg diikuti partai – partai dengan hak pilih rakyat sebagai pembenarnya. Pelaksanaan pemilu yang diikuti oleh partai – partai merupakan implementasi dari pasal 34 konstitusi RIS dan pasal 35 UUDS50 padahal ke dua konstitusi tersebut adalah hasil penetrasi bangsa imperialis – kapitalis kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian sesungguhnya pemilu dan partai adalah bukti kemenangan kaum komprador dalam menguasai negeri ini
     Fakta ini disadari juga oleh presiden Suharto. Ini yang menyebabkan beliau tidak pernah mendirikan partai tetapi memperkuat sebuah golongan besar untuk menampung berbagai macam kelompok dalam masyarakat untuk bermusyawarah mufakat dalam mengatasi persoalan bangsa. Golongan besar ini bernama Golongan Karya ( GOLKAR ). Bila pada awal berdirinya NKRI fasisme menjadi alasan bagi bangsa imperialis – kapitalis untuk mengeksploitasi mental budak bangsa ini, pada pemerintahan Suharto ketergantungan ekonomi menyebabkan mental budak pun kambuh dan terselenggaralah pemilu
     Untuk mengingatkan pada seluruh anak – anak bangsa bahwa dirinya tidak mampu melakukan perlawanan terhadap tekanan  imperialis – kapitalis presiden Suharto pada tahun 1972 mengubah tanggal 17 agustus menjadi hari ulangtahun republik Indonesia ( HUT RI ) bukan hari proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Ini artinya, presiden Suharto sedang memberitahu anak – anak bangsa lain bahwa dirinya tidak melaksanakan UUD’45 tapi UUDS 50 karena yang menyatakan tanggal 17 agustus 1945 sebagai HUT RI hanya terdapat pada pembukaan UUDS 50
     ‘Kepatuhan’ bangsa Ini pada bangsa imperialis – kapitalis terus berlanjut setelah mundurnya presiden Suharto. Bila sebelumnya mental budak mengakibatkan anak – anak bangsa tak mampu mengadakan perlawanan secara keseluruhan maka pada era reformasi mental tersebut telah membuat anak – anak bangsa dengan riangnya menerima penjajahan atas ide dan gagasan oleh imperialis – kapitalis. Bentuk kegembiraan tersebut dinyatakan melalui amandemen pada UUD’45. Ini tentu saja menjadi sesuatu yang ironis dan konyol : Apa yang menjadi alasan amandemen UUD’45 jika UUD’45 itu sendiri mulai dari NKRI berdiri sampai hari ini belum pernah dilaksanakan?
Lumbung Untuk Menegakan Kedaulatan Rakyat
     Dalam lintasan perjalanan sejarah bangsa Indonesia  musyawarah mufakat telah melahirkan Bangsa Indonesia ( 28 oktober 1928 ) dan tercapainya kemerdekaan Bangsa Indonesia  ( 17 agustus 1945 ) serta telah membentuk NKRI ( 18 agustus 1945 ). Oleh karena itu musyawarah mufakat merupakan jatdiri bangsa sehingga proses musyawarah mufakat harus menjadi metode yang selalu digunakan dalam menegakan kedaulatan rakyat agar cita – cita bangsa indonesia untuk “ Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Rakyat dapat tercapai “.
     Harkat dan Martabat itu tercermin pada saat rakyat memiliki posisi untuk membangun aturan – aturan dasar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak bertentangan dengan hukum – hukum Tuhan. Kita menyebutnya dengan istilah Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan rakyat ini ditegakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) sesuai yang diamanatkan oleh pasal 1 ayat 2 UUD ‘45 (asli ). Wewenang MPR berdasarkan pasal 3 UUD’45 ( asli ) adalah menetapkan UUD dan GBHN sebagai aturan – aturan dasar NKRI. Dengan demikian MPR sejatinya harus memainkan peran sebagai perwakilan rakyat atau dapat  juga dikatakan sebagai lembaga bangsa.
     Persoalan kemudian muncul dengan kehadiran DPR yang merupakan perwakilan partai- partai dari hasil pemilihan umum ( pemilu ) dalam susunan keanggotaan MPR. Keberadaan anggota – anggota DPR dalam MPR ini merupakan kooptasi lembaga negara terhadap lembaga bangsa. Hal ini disebabkan DPR berdasarkan pasal 19 UUD’45 ( asli ) berfungsi sebagai legislatif bersama – sama dengan presiden dan mahkamah agung yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif dan legislatif berperan sebagai lembaga negara
     Pasal 2 ayat 1 selama ini telah mengakibatkan terjadinya kekuasaan yang sentralistis dan pada gilirannya nanti melemahkan makna kedaulatan rakyat serta menghancurkan moral serta etika bangsa pada pemimpin dan rakyatnya. Kehancuran moral dan etika bangsa akan menyebabkan terjadinya krisis kepemimpinan bangsa atau sebaliknya.
     Keadaan ini  bertambah parah dengan adanya amandemen pada UUD’45 yang dilakukan MPR RI pada tahun 2002. UUD’45 merupakan landasan untuk tegaknya kedaulatan rakyat.  Sehingga amandemen pada UUD’45 akan menghilangkan  peran dan fungsi MPR yang sekaligus berarti menghilangkan kedaulatan rakyat seperti yang tercermin dalam pasal 1 ayat 2 UUD’45 hasil amandemen. Disamping itu juga tercabutnya asas musyawarah mufakat dalam proses menentukan kepemimpinan nasional akibat pasal 6 ayat 2 UUD’45 hasil amandemen telah mengakibatkan siapapun yang menjadi pemimpin dinegeri ini akan berhadap – hadapan dengan rakyat dalam sebuah pertarungan eksistensial. Rakyat akan terus mendesak pemimpinya sehingga pemimpin kehilangan karakter. Yang dimiliki pemimpin hasil amandemen UUD’45 adalah perilaku kekuasaan bukan karakter kebangsaan. Dan inilah yang terjadi pada saat ini
     Persoalan – persoalan inilah yang menjadi pokok pikiran yang harus dicari jawabannya. Konstitusi harus dikembalikan pada UUD’45 ( asli ) dengan  ‘breakdown’ pada pasal 2 ayat 1 menjadi MPR adalah wakil – wakil rakyat.
     Harus ada keberanian anak – anak bangsa menjadikan MPR sebagai perwakilan rakyat yang dihasilkan melalui proses musyawarah mufakat rakyat secara berjenjang mulai dari Rukun Tetangga ( RT ), Rukun Warga ( RW ) sampai tingkat kabupaten. MPR ini harus ada disetiap kabupaten diseluruh Indonesia. Dengan demikian MPR memiliki fungsi lumbung, sebuah tempat untuk rakyat bermusyawarah mufakat didalam menghitung dan mendistribusikan aset bangsa yang dimiliki, dibangun dan dikembangkan sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dapat terjamin. Sistem pola distribusi pembangunan lumbung harus ditentukan oleh nilai pengembangan lingkungan yang telah distandarkan oleh sistem tanah adat sehingga lumbung dapat menjadi upaya agar perubahan lingkungan yang terjadi tidak bertentangan dengan budaya setempat
    
Oleh karena itu anggota – anggota MPR ditingkat kabupaten (lumbung) sehari – harinya mereka harus berada dan bekerja didaerahnya masing – masing dan sedikitnya sekali dalam 5 tahun perwakilan – perwakilan MPR kabupaten ( lumbung ) ini bersidang diibukota negara untuk mengangkat dan memberhentikan presiden, membuat garis – garis besar haluan negara ( GBHN ), menetapkan Undang – Undang Dasar. Bentuk MPR seperti inilah yang semestinya harus kita perjuangkan bersama. Agar MPR benar – benar mencerminkan kedaulatan rakyat, agar sistem politik dapat menggambarkan keragaman budaya bukan ideologi, agar wakil rakyat  benar – benar menjadi perwakilan rakyat bukan perwakilan partai dan tahu persoalan rakyat yang diwakilinya, agar kelak lahir pemimpin – pemimpin yang berhikmad ( berilmu ) kebijaksanaan dengan keberpihakannya pada rakyat bukan pada kekuasaan dan uang.

     Tulisan ini tidak berpretensi menjadi sebuah pemikiran yang bersifat sophiscated thinking. hanya sekadar upaya seorang rakyat membentangkan peta tentang makna Pancasila, UUD’45 dan kedaulatan rakyat secara sederhana, sejauh tidak tersesat memahaminya. Bangsa Indonesia memiliki Pancasila sebagai falsafah hidupnya, UUD’45 menjadi ideologi yang mengimplementasikan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, negara yg dilahirkan oleh ideologi menjadi alat bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuannya dan hanya bisa berdiri kokoh bila ditopang oleh kedaulatan rakyat. Karena itu berbicara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dilepaskan dari filsafat, ideologi serta kedaulatan rakyat sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh.  Tergusurnya asas musyawarah mufakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan bentuk deformasi pada design kebangsaan kita yang pada gilirannya nanti hanya melecehkan kehormatan rakyat Indonesia yang berdaulat dan merdeka. Tulisan ini  hanyalah sekedar 'terompet' yang mengajak anak - anak bangsa untuk berdiri tegak, kemudian mengepalkan tangan sambil berteriak  "Mari Bung Rebut Kembali......!  Rebut kembali kedaulatan rakyat dari tangan partai !"

SEKILAS TENTANG KAMI

        Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.  

  
    Menyambut gegap gempitanya zaman yang  semakin bergerak maju  yang dimana selalu terjadinya peperangan intelektual dimana yang lemah kalah dan yang kuat menjadi semakin kuat dan terjadinya gerak maju peperangan dalam ranah intelektual yang bukan perindividu tapi perkelompok. dimana saat kelompok  satu menghagemoni  atau berkuasa lebih diatas kelompok lain karena keungulan intelektualnya maka kelompok lain hanya bisa terdiam dan perlawan yang efektif hanya dapat didapat saat kelompok yang dikuasai bersama-sama bersatu padu berperang juga diranah intelektual.
     
      Maka karena kepedulian ini kami membangun sebuah forum yang didimana ingin menghidupkan kembali  suasana intelektualitas kampus yang sempat vakum lama untuk setidaknya bersiap menghadapi gerak maju kedepannya yang penuh dengan pertentangan dalam ranah intelektual setidaknya kami tidak ingin dihagemoni maupun menghagemoni maka dengan ini kami yang merupakan sekumpulan mahasiswa berasal dari organisasi Muhammadiyah yang mencoba membangun nalar dengan cara yang positif dan berupaya memberi kontribusi pada perubahan sekecil apapun dalam artian positif dan berupaya mewujudukan nalar intelektual sebagai salah satu komponen penting menghadapi zaman yang terus maju  akan mendirikan sebuah forum bernama serdadu faskho 2015.

   Forum ini didirikan di kampus universitas  Muhammadiyah lampung sebagai penunjang proses pembelajaran kelas dan tidak mengantikan, menafikan ,apalagi menghapuskan pengajaran didalam kelas namun hanya sebagai penambah dan pembangun nalar keilmuwan yang bersinergi dengan pembelajaran kelas sehingga dapat menghasilkan individu yang tidak hanya makan teori tapi melahirkan teori, mengkritik teori, menginterprestaasikan teori dan lebih jauh jauh menjalankan aksi nyata dengan landasan teori yang dipelajari,  serta  sebagai penambah skill dalam membuat dan menyampakan sebuah argumen dengan konsep keilmuwan yang kritis, analitis, dan interprestatif.         

     Forum ini bukan forum sekedar ngobrol utopis tapi di implementasikan dalam aksi sebagai wujud dan peran serta mahasiswa dalam agen sosial yang menjadi ujung tombak kemajuan negara. kami memandang pembangunan nalar kritis sangat penting dalam upaya mahasiswa memahami segala yang dihadapinya dengan pandangan luas tidak sempit sehingga tidak tersekat pada primordialisme,materialisme, hedonisme, xenophobia ( takut akan orang asing),radikalisme, dan isme-isme lain yang negatif dan mengarahkan mereka menjadi individu yang mati secara intelekutalitas dan tinggal menunggu mati digilas zaman atau diarahkan menjadi individu yang beringas. 

     Karena dimasa ini dunia mahasiswa sedang dilanda oleh kebangkrutan nalar yang disertai dengan rusaknya kesalahena sosial sehingga berbagai konsepsi aksi yang dihasilkan menjadi carut marut karena tidak terisi otak dengan ilmu yang benar  dan  hanya sebatas emosi sesaat sehingga endingnya tidak adanya efek yang dihasilkan oleh aksi tersebut. disinilah forum faskho berperang melawan kebangkrutan nalar, apatisme, skeptisme, dan berbagai  isme yang negatif lainnya untuk mewujudkan mahasiswa yang benar berintelektualitas.

     Point penting yang forum coba lawan pertama adalah kebangkrutan nalar karena nalar yang bangkrut maka ide menjadi tidak ada dan ketika ide tak ada maka tidak adanya perubahan yang dihasilkan karena arah kedepan menjadi semakin tak jelas, terlebih lagi kebangkrutan nalar itu berinringan dengan penghambaan pada berbagai isme-isme( paham ) yang negatif yang di pikir oleh mahasiswa sebagai jalan terbaik mengekpresikan semangat mereka.
        
       Point kedua adalah keapatisan karena sikap apatis sudah menjadi racun yang membahayakan saat sifat itu justru mengantarkan calon intelektual kepada sikap individualisme secara tidak langsung mengembangkan racun kebodohan, kesombongan, dan juga rasa rendah diri karena selama ini ditutupi oleh racun keacuhan yang berimbas pada ketidakberanian untuk bersuara apalagi bertindak karena sudah mendarah dagingnya sifat apatis .
        
      Point ketiga adalah melawan ketidakingintahuan,ketidakingintahuan adalah sebuah jalan menuju kepada kebodohan. Asumsi kami bahwa tidak ada individu yang bodoh tapi banyak individu yang tidak ingin tahu dan tidak mau tahu dikarena mereka hanya fokus pada apa yang mereka sukai dan minati saja yang dimana mereka menutup nalar untuk semua persoalan lain yang tidak menarik bagi mereka yang padahal persoalan itu bisa berimbas pada jalan hidup mereka kelak.
        
     Point keempat adalah memasyarakatkan budaya analitis,kritis, dan interprestatif agar semua yang di bicarakan, direncanakan, dijalankan ,maupun dilanjutkan agar jelas konsepnya seperti apa dan bagaimana taktis Kedepannya dan itu semua hanya dapat didapat jika kita mengembang pola belajar lewat sebuah forum yang berlandaskan pada analitis, kritis ,dan interprestatatif dengan disertai saling menghargai antar individu.
       
    Point kelima adalah sebagai landasan dan dasar aksi karena aksi tidak bisa sembarangan turun kejalan  harus ada konsep yang lengkap untuk apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, kapan waktu menyampaikannya,kepada siapa pesan itu efektif tersampaikan ,dimana disampaikannya ,dan kenapa itu penting untuk disampaikan harus jelas dan terkonsep rapi agar tidak menjadi bumerang bagi diri sendiri.
         
      Point keenam adalah sebagai media untuk membantu sebuah proses perubahan kearah yang lebih baik saat aksi berjalan dan tuntunan terpenuhi maka tindak lanjutnya adalah bagaimana meneruskan cita-cita yang sudah tercapai dengan terus mengawalnya dengan berbagai pemikiran kritis tapi penuh ide.

     Sangat ironis ketika iklim intelektualitas pada dunia islam sangat jauh dari maju di era modern ini, ini bisa dilihat betapa apatisnya pemuda/pemudi islam untuk mengkaji dan berdiskusi dengan alasan yang beraneka ragam padahal gerak maju islam kedepannya ditentukan oleh para generasi muda,  dengan membangun nalar maka kita akan mempertajam pikiran dengan banyak literalasi karena literasi adalah komponen penting dan sangat penting dalam usaha pembangunan nalar dalam islam sendiri disebutkan perintah pertama yang diterima nabi adalah iqro atau bacalah yang berarti islam mengajarkan umat untuk belajar dari berbagai informasi yang ada dan bersifat terbuka dengan segala macam ilmu pengetahuan tidak cukup berhenti dimembaca, islam juga mengajarkan untuk memusyawarahkan segala permasalahan dengan landasan keilmuwan yang benar dan tepat.
    
    Selain itu  juga banyak perintah dalam agama islam tentang pentingnya kajian dan diskusi ayat- ayat alquran seperti surat Hûd [11] ayat 32, diceritakan diskusi antara Nuh as dengan kaumnya, surat Qs. al-Ankabût [29]: 46, surat Qs. al-Qashash [28]: 50), serta surat  QS Ali Imron (3) :61). Didalam ayat tersebut diterangkan pentingnya diskusi dan kajian dalam islam yang dimana bertujuan untuk menghidupkan nalar.

       Dalam tradisi islam diskusi dan kajian menjadi hal penting yang dilakukan nabi Muhammad  Saw dimana nabi sering berdiskusi dan mengkaji berbagai persoalan bersama para sahabatnya disebutkan taktakala  Rasulullah Saw menetapkan posisi pertahanan kaum muslim pada saat perang Badar, pendapat beliau disanggah oleh Khubab bin Mundzir. Akan tetapi, karena pendapat beliau Saw mengenai posisi pertahanan kaum muslim bukan berasal dari wahyu, dan beliau Saw mengetahui bahwa pendapat Khubab bin Mundzir lebih tepat, maka beliau Saw segera meninggalkan pendapatnya dan mengikuti pendapat Khubab bin Mundzir.
     
     Disitu nabi mengajarkan bahwa pentingnya mengasah  nalar agar menciptakan argumen yang bagus dan bisa diimplementasikan dalam setiap tindakan nyata ,karena dalam islam  ada larang an kaum Muslim melakukan diskusi yang tidak dilandasi ilmu pengetahuan dan mengarah kepada berbantah-bantahan. Sedangkan diskusi untuk mencari pendapat yang terkuat justru menjadi kewajiban setiap kaum muslim. Ini ditunjukkan oleh perilaku Nabi saw yang disebukan diatas tadi.
     
    Bahkan konsep dasar bagaimana sebaiknya diskusi dan kajian itu dilakukan sudah dijelaskan dalam alquran pada surat an-nahl yang berbunyi “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (Qs. an-Nahl [16]: 125). Oleh karena itu dalam setiap asepk keilmuwan dari sains sampai agama selalu mengajarka akan pentingnya nalar maka dengan  bernalar  kita  akan berliterasi dengan berliterasi maka kita akan berkreatifitas dan tidak terpenjara pada penjara kebodohan karena zaman kedepan adalah zaman dimana akan banyak terjadinya pertarungan konsepsi.
         
wasalamam